Ketahuan Bikin Pesta Seks, Pemilik Klub Gangnam Korea Diadili

A man walks on a street in the Gangnam district of Seoul on September 16, 2021. (Photo by Anthony WALLACE / AFP) (Photo by ANTHONY WALLACE/AFP via Getty Images)

 Seorang pemilik klub Gangnam yang menjadi tuan rumah pesta seks akan diadili. Menurut Koreaboo, pemilik klub tersebut diketahui pernah mengadakan pesta serupa di Yongsan sebelum pindah ke Gangnam.

Pada 12 April, Hankook Ilbo melaporkan bahwa seorang pemilik klub berusia 40-an dan dua karyawan didakwa dengan tuduhan melanggar undang-undang yang berkaitan dengan tindakan cabul, bisnis ilegal, dan sanitasi makanan pada 21 Maret.

Sejak April lalu, para terdakwa diduga telah meminta sejumlah orang membayar 100.000 KRW (Rp 1,1 juta) hingga 300.000 (Rp 3,3 juta) untuk berpartisipasi dalam pesta cabul tersebut.

Pasal 242 KUHP Korea Selatan menyatakan bahwa seseorang yang menengahi orang lain untuk melakukan perzinahan akan dikenakan hukuman tiga tahun penjara dan denda 15,0 juta KRW (sekitar Rp 168 juta).

Menurut sebuah laporan, pemilik klub memiliki lebih dari 10 ribu pengikut di akun media sosialnya. Di sana, dia mencari pelanggan dengan mengunggah postingan cabul. Menurut laporan, penyelenggara akan mengenakan biaya 100.000 KRW untuk pasangan, 300.000 KRW untuk pasangan menikah, dan 200.000 KRW untuk pesta yang terdiri dari tiga pria dan satu wanita.

Laporan menyatakan bahwa polisi menggerebek salah satu pesta seks tersebut pada bulan Juni tahun lalu. Saat itu, dilaporkan 14 laki-laki dan 12 perempuan tertangkap basah sedang melakukan tindakan seksual dan sebagian lainnya menonton aksi cabul tersebut.

Dilaporkan bahwa uang tunai, kostum, dan boneka seks juga ditemukan di lokasi. Diperkirakan dalam dua bulan beroperasi, penyelenggara menghasilkan 300 juta KRW.

Klub yang menyelenggarakan pesta pora dan pesta seks lainnya dikatakan mulai muncul di Gangnam pada 2009. Bahkan, baru-baru ini dilaporkan bahwa pesta tersebut juga termasuk penggunaan narkoba.

Terlepas dari upaya polisi, laporan menyatakan bahwa polisi kesulitan menghukum peserta karena seringkali tidak ada bukti prostitusi atau pembuatan film ilegal. Seorang pengacara juga menjelaskan bahwa betapa sulit mereka diadili di pengadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*